Rabu, 11 April 2012

Qurban dalam pendekatan Hermeneutika


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Qurban merupakan suatu kegiatan ritual yang rutin dilakukan oleh umat islam pada saat hari raya Idul Adha, dan qurban merupakan ritual yang dramatis karena diadopsi dari kisah nabi Ibrahim yang rela menyaembelih nabi Ismail sebagai bukti kecintaannya kepada sang Rabb. Sebagai wujud penghargaan dan untuk mengenang kejadian tersebut, kemudian ditetapkan sebagai ritual rutin bagi uamat Islam.
Dengan kerangka teori hermeneutika, makalah ini berusaha menggali makna terdalam yang berada dibalik dimensi simbolik ritual kurban. Hermeneutika merupakan media yang menghubungkan antara kesadaran manusia dengan obyeknya(teks dan fenomena). Pada saat zaman yang semakin maju ini banyak orang yang menafsirkan qurban secara berbeda-beda sehingga banyak orang yang melakukan qurban dengan cara yang berbeda-beda pula.
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian qurban?
2.    Bagaimana hukum menyembelih hewan qurban?
3.    Bagaiman pandangan orang tentang qurban?

C.    Tujuan
1.     Dapat mengetahui pengertian qurban
2.     Dapat mengetahui hukum menyembelih hewan qurban
3.     Dapat mengetahui perbandingan makna qurban dari berbagai pendapat



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Qurban
Qurban atau disebut juga Udhhiyyah dan jamak mufradnya ialah Dhahiyyah yang berarti menyembelih binatang pada pagi hari. Sehingga Qurban dapat diartikan ritual menyembelih hewan pada saat pagi hari setelah selesai melaksanakan sholat ied pada hari raya haji atau pada hari tasyriq (tanggal 11, 12, 13, dzulhijah) yang bertujuan untuk beribadah kepada Allah SWT.
Ibadah qurban bermula dari kisah nabi Ibrahim as. Menurut riwayatnya bahwa nabi Ibrahim as. telah bermimpi menyembelih anaknya nabi Ismail as. dan beliau meyakini bahwa mimpi tersebut merupakan perintah Allah SWT. Dan kemudian setelah nabi Ibrahim as. menceritakan kepada nabi Ismail as. kemudian Ismail mengharap agar ayahnya melaksanakan perintah tersebut. Pada saat mereka melaksanaka perintah itu dengan penuh ketundukan dan ketaatan kepada Allah SWT. maka Allah menganti Ismail dengan seekor domba.
Pada masa nabi Muhammad SAW. menyambelih binatang atau berqurban itu disyari’atkan kepada umatnya yang dilakukan pada saat hari raya Haji dan hari tasriq. Dengan berqurban diharapkan kaum muslim ingat akan ketaatan dan kepatuhan nabi Ibrahim as. dan Ismail as. kepada perintah Allah SWT. dan diharapkan sikap dan tindakan tersebut dijadikan suri dan tauladan dalam menghambakan diri kepada Allah SWT. dengan berqurban kita dapat menggembirakan orang kaya maupun orang miskin dengan berbagi daging qurban. 

B.      Hukum Qurban
Sebagian ulama berpendapat bahwa qurban itu wajib dan ada juga ulama yang mengatakan qurban itu sunat.
Alasan berpendapat wajib yaitu berdasarkan firman Allah SWT.
!$¯RÎ) š»oYøsÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ
1.  Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2.  Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1]
Alasan yang berpendapat hukum qurban sunat berdasarkan sabda Rasulullah SAW.
أمرت بالنحروهوسنةلكم
Artinya: “Saya disuruh menyembelih qurban dan qurban itu sunat bagi kamu”
               (Riwayat Tirmidi)

Namun ada ulama yang berpendapat bahwa qurban itu wajib karena beberapa hal:
1.      Orang yang bernadzar
Berdalilkan pada sabda Rasulullah SAW.
من نذران ﻳطﻴﻊ ﷲﻓﻠﻴﻂﻌﻪ
Artinya:”Siapa yang bernadzar untuk pekerjaan taat kepada Allah SWT, hendaklah ia melakukannya[2]
Bahkan sampai orang yang bernadzar itu meninggal dunia. Sesungguhnya boleh diwakilkan oleh orang lain yang ia berikan mandat untuk itu, ketika ia masih hidup.

2.      Bahwa seseorang berkata “ini milik Allah SWT. atau ini binatang Qurban”
Menurut Malik, jika waktu membeli binatang untuk di qurbankan maka binatang tersebut wajib untuk diqurbankan.


C.   Pandangan Masyarakat Sekarang Tentang Qurban
Dapat kita cermati bahwa qurban pada zaman sekarang sangat berbeda dengan zaman dahulu. Banyak orang berqurban tidak memahami secara norma agama tetapi qurban lebih didasari atas tujuan kepuasan psikologis semata. Betapa tidak, qurban hanya dipahami sebatas harapan bahwa hewan sembelihan itu akan datang di akhirat kelah yang memudahkannya memasuki pintu surga.
Hewan yang akan disembelih harus memenuhi kriteria tertentu, disembelih pada waktu tertentu dan dagingnya harus terdistribusi pada batas waktu tertentu dan kepada kelompok tertentu pula.  Namun banyak kasus yang terjadi  karena keterbatasan waktu, daging qurban yang sejatinya diperuntukkan kepada fakir miskin tersebut, justru dibagikan kepada berbagai kalangan yang sebenarnya tidak cukup layak menerimanya. Sejalan dengan perkembangan zaman banyak orang yang berfikir, apakah hewan qurban dapat digantikan dengan sesuatu yang lain? Tapi hal tersebut belum dapat untuk dijadikan kenyataan karena pada zaman Rasulullah SAW. qurban masih berbentuk hewan ternak, bahkan dalam beberapa sabdanya Rasulullah SAW. sangat menganjurkan berqurban dengan menggunakan hewan yang berharga. Dalam dimensi nilainya (harga), binatang ternak seperti onta dan domba di bangsa Arab pada zaman Rasulullah SAW. merupakan harta kekayaan yang sangat berharga. Karena, semakin orang memilikinya, semakin kaya dan tinggi pula status sosialnya di mata bangsa Arab. Anggapan semacam ini diperkukuh oleh kenyataan; ketika Tsa’labah (seorang sahabat Rasulullah SAW.) akan dijadikan kaya oleh Tuhan, dia diberi seekor domba oleh Rasulullah SAW. Contoh lain, denda (kafarat) untuk berbagai macam tindak pidana pembunuhan dalam hukum Islam pun menggunakan binatang ternak.
Selain itu, daging hewan ternak merupakan konsumsi sehari-hari bangsa Arab. Berbeda dengan di Indonesia, daging hanya sebagai makanan suplemen,bahkan banyak dari penduduk Indonesia yang kurang suka mengkonsumsi daging dengan alasan yang beragam. Sehingga banyak orang yang beranggapan untuk menghadirkan qurban dalam pelaksanaan yang berbeda, yaitu menggantikan posisi binatang ternak sebagai hewan qurban dengan sesuatu yang lain yang dianggap lebih berharga untuk konteks zaman saat ini, dan terlebih, memberikan mashlahah bagi problematika keumatan yang sedang dihadapi, seperti pengurangan jumlah kemiskinan di Indonesia. Namun, apa bentuk pengganti binatang ternak yang sesuai dalam rangka memperoleh aspek mashlahah dari qurban tersebut? Tentu, harta dapat disepakati sebagai sesuatu yang sangat berharga secara materi dalam konteks saat ini. Hanya saja diperlukan mekanisme yang sesuai untuk menyalurkan harta tersebut.
Ada beberapa langkah penting dari sistem penanganan masalah kemiskinan yang berkenaan dengan qurban. Pertama, subsistem penyediaan dana. Dalam hal ini, dana qurban yang telah diubah dalam bentuk uang dikumpulkan dan diolah oleh sebuah lembaga tertentu (dapat digabung dengan lembaga zakat). Kedua, subsistem pemanfaatan dana. Dana yang telah diperoleh disalurkan kepada golongan tertentu dari masyarakat, dan pos-pos tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Prioritas pertama diperuntukkan bagi golongan yang berada di bawah garis kemiskinan dan prioritas berikutnya diperuntukkan bagi golongan yang kekurangan, yaitu tidak mencapai batas kecukupan untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam hidupnya. Lalu, menyusul golongan lemah lainnya seperti mereka yang terjerat hutang dan muallaf. Yang perlu digarisbawahi dalam penyaluran dana ini, dana tidak boleh disalurkan dalam bentuk uang dan bahan makanan, karena bantuan yang bersifat karitatif semacam itu akan menjadi sia-sia, dan hanya akan memberikan kesenangan yang bersifat temporal belaka. Penyaluran dana seperti inilah yang selama ini menjadikan lapangan kemiskinan tidak semakin sempit. Dana harus disalurkan dalam bentuk pemberdayaan yang memberikan peluang kerja, sehingga mereka pun turut andil untuk menjadikan dirinya menjadi masyarakat yang mandiri. Tidak berubahnya kondisi masyakarat pasca-distribusi hewan qurban selama ini, mengharuskan umat Islam melakukan reformulasi terhadap bentuk penyelenggaraan ritual qurban. Kita berharap, model ritual qurban seperti ini dapat turut membantu mengeluarkan Indonesia dari problem kemiskinan yang semakin hari semakin akut ini.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Berdasarkan pendekatan Hermeneutika Qurban adalah mengorbankan sesuatu yang berharga atau yang dicintai terutama berupa hewan yang berharga. Namun pada kenyataannya masyarakat Islam pada umumnya mengartikan bahwa qurban adalah menyembelih hewan ternak (domba) dalam waktu tertentu dan didistribusikan kepada kelompok tertentu yang bertujuan untuk mengurangi jumlah kemiskinan. Dan ada juga yang mengartikan bahwa qurban yaitu menyembelih hewan qurban dan dibagikan kepada orang lain yang bertujuan untuk membahagiakan mereka dengan daging hewan tersebut dan sebagai penuntasan kemiskinan.
Namun kenyataannya, qurban dalam pengertian diatas tidak dapat mengurangi jumlah kemiskinan, sehingga muncul perbedaan pendapat, apakah qurban dapat digantikan dengan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi oarang miskin. Akan tetapi pada zaman Rasulullah SAW. qurban dianjurkan menggunakan hewan ternak dan beliau sangat menganjurkan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Darodjat, Zakiah. dkk. 1995. Ilmu Fiqih. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf
http://www.google.com/hermeneutika qurban/ Zulfan Barron, Aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM). 23/01/2005  


[1] yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan qurban dan mensyukuri nikmat Allah.

[2] Hendaklah yang di nadzarkan segera dilaksanakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar